Yuda, laki-laki asal Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur, menggagas perpustakaan berjalan dengan menggunakan kuda.
Pegiat literasi yang bernama lengkap Yudas Hamba Elu Wengu ini berkeliling ke sudut-sudut di kampungnya dengan membawa buku yang ditaruh di punggung kuda.
Berdiri pada Januari 2023, taman bacaan berjalan yang dinamai Kuda Pustaka Gubuk Marhaen itu didirikan Yuda untuk meningkatkan literasi anak-anak.
Di kampung Yuda yang berada di Desa Tana Mbanas Selatan tak semua wilayah terjangkau kendaraan.
Karena itu, untuk bisa menghadirkan bahan bacaan ke anak-anak, dia berinisiatif menggunakan kuda untuk menjangkau desa-desa yang belum terakses kendaraan.
Suzuki Bangun Dealer Baru di NTT, Targetnya Menjual 40 Unit per Bulan “Di sini belum terjangkau kendaraan dan harga harga bbm tinggi.
Jangankan kendaraan, akses listrik dan internet di sini juga sulit.
Jadi, saya pakai kuda untuk berkeliling kampung,” ujar Yuda kepada Tempo.
Dengan menggunakan kuda pinjaman dari kerabatnya, Yuda saban hari berkeliling menghampiri anak-anak di kampungnya menempuh jarak hingga 8 kilometer.
“Dengan adanya Kuda Pustaka, akhirnya bukan saya yang harus memanggil adik-adik untuk datang, tapi sekarang menunggu saya setiap hari,” ungkapnya pria berusia 28 tahun ini.
Buku-buku yang dibawa Yuda berbagai macam mulai dari buku pelajaran, buku cerita anak, cerpen, novel, dan buku gambar.
Mulai dari anak-anak usia dini hingga orang tua, kata Yuda, bisa membaca di perpustakaan berjalannya.
Saat ini, koleksi buku Kuda Pustaka Gubuk Marhaen masih berada dalam jumlah puluhan.
Semuanya adalah koleksi pribadi Yuda yang ia kumpulkan dari teman-temannya saat berkuliah di IKIP Budi Utomo Malang, Jawa Timur.
Berawal dari Keprihatinan Rendahnya Literasi AnakKuda Pustaka berawal dari Gubuk Marhaen, taman bacaan di sebuah saung bambu yang dirintis oleh Yuda sejak 2020 setelah lulus kuliah.
Kembali ke kampung halamannya, Yuda melihat kondisi anak-anak di sana masih minim literasi.
Akses bantuan untuk meningkatkan minat baca anak juga belum ada.
“Ada anak kelas 4 SD itu masih belum bisa baca.
Itu membuat saya miris,” ujarnya Sederet Temuan Komnas HAM di Kasus TPPO NTT: Modus Baru hingga Bekingan Aparat Melihat kondisi itu, dia memutuskan untuk mendirikan perpustakaan Gubuk Marhaen.
Kegiatan Yuda setiap hari adalah mengajar anak-anak yang datang ke saung Gubuk Marhaen dan berkeliling naik kuda untuk mendekatkan akses buku kepada anak-anak.
“Saya mengajar sambil bermain dengan anak-anak karena literasinya mereka masih sangat rendah.
Seiring berjalannya waktu, yang dari awalnya ada anak tidak mau membaca saat ini sudah mulai mencintai buku,” ucapnya.
Yuda mengatakan jumlah sekolah di desanya terbatas.
Hanya ada satu Sekolah Dasar (SD), satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di desa lain yang berjarak 5 km, dan satu Sekolah Menengah Atas (SMA) yang baru ada pada 2020.
Sebelumnya, SMA hanya berada di luar kota.
Bahkan, kata dia, ada siswa yang terpaksa putus sekolah karena jauhnya jarak sekolah.
Selain mengajar, Yuda juga mengampanyekan pentingnya pendidikan pada masyarakat desanya.
Dia berharap bisa memberikan akses baca yang baik untuk anak-anak.
“Keterbatasan mereka juga yang membuat saya semakin semangat,” ucapnya.
Yuda berharap bantuan pemerintah bisa lebih merata dalam membantu meningkatkan akses pendidikan untuk anak-anak di daerah pelosok.
Menurut Yuda, Free Cargo Literacy (FCL), program pengiriman buku gratis ke taman bacaan di seluruh Indonesia dari Pos Indonesia pada 2017 sangat membantu untuk mendapatkan akses buku anak.
Namun, kata Yudha, program tersebut sudah berhenti setelah diambil alih Kementerian Pendidikan pada 2020.
Di tengah segala keterbatasan itu, Yuda tak pernah patah semangat untuk terus mengajar dan menyebarkan akses literasi untuk anak-anak.
Dia juga berharap bisa memiliki kuda sendiri agar tak melulu pinjam.
“Kami berharap ada hal baik yang kami perjuangkan ke depannya,” ujarnya.
Pilihan Editor: 6 Program Beasiswa yang Dibuka Maret 2023 untuk Mahasiswa UGM